Senin, 25 Mei 2009

Lincak, Episode 1

Masih ingat atau tahu lincak ndak?
Setahu saya lincak adalah tempat nongkrongnya orang-orang desa yang terbuat dari papan kayu atau bilah-bilah bambu dan biasanya diletakkan didepan rumah dibawah pohon atau ditempat yang cukup asri.
fungsinya kurang lebih adalah untuk tempat nongkrong dengan tetangga sekaligus melepaskan lelah pasca bekerja seharian, obrolannya yang ringan-ringan aja seputar masalah sosial, keluarga dan sebagainya.

Yang ingin saya tekankan adalah fungsionalitas dari lincak sebagai jejaring sosial yang kalau dalam bahasa dakwah disebut silaturahim atau silatirahmi.
Sekarang banyak diantara kita yang mungkin lupa dengan filosofi dari lincak, didalam lincak kita bertemu, didalam lincak kita bergaul dan bersosialisasi.
Realitanya sekarang fingsi dari jejarang sosial LINCAK tersebut bergeser kepada LINCAK DIGITAL, semacam frienster - yang sekarang mulai ditinggalkan, facebook - yang lagi ngetrend, dan lain sebagainya.

Tulisan saya ini bukan untuk menjustifikasi fatwa haram facebook lho!
Dan juga bukannya saya anti dengan perkembangan teknologi jejaring sosial.
Saya cuman prihatin terhadap saya dan kita ini, sudah terkikiskah nuansa silaturahim kita dengan bermuwajahah/bertemu dengan sekian banyak teknologi.

Kalau boleh jujur, sedih sebenarnya saya sekarang ini. Lha gimana lagi, Ustadz kita semacam DR. Muinudinillah, Gus Mus, Ustadz Hilmi dan seabrek kyai lainnya sudah kalah pamor dengan Ustadz Google yang ndak tahu jebolan pesantren mana? Lebih sering mana kita bertanya, pada Ustadz Google Atau Ustadz Hidayat, Lebih sering mana kita bertemu dengan Kyai Google dengan Kyai Mustofa Bisri.

Ya.. semoga kita ndak lupa denganesensi dari silaturahim !

Selasa, 05 Mei 2009

Back To Dakwah

Sedikit telat tulisan saya memang, tapi ndak masalah dari pada tidak sa,a sekali.
Setelah lama disibukkan oleh pemilu dengan segala aktivitasnya, sudah saatnya kita menata kembali aktivitas asal kita sebelumnya.
Dipahami bahwa aktivitas kepartaian kita asalnya adalah dakwah itu sendiri, sehingga ketiha selesai urusan periodik 5 tahuna tersebut sudah layak kita kembali meretas indahnya jalan dakwah kembali.

Berkaca dari hasil pemili yang PKS mendapat porsi lebih kurang 8,4% (Alhamdulillah meningkat, walau mengenaskan bagi sebagian orang) mestinya beban dakwah menjadi lebih berat karena medan dakwah akan lebih luas lagi, ilustrasinya sederhana, dikecamatan yang ana urus bareng teman-teman pengurus ketika tahun 2004 jumlah saksi kita tidak lebih dari 90 orang, nah sekarang lebih dari 300 orang. Ini selayaknya menjadikan struktural memikirkan keberlanjutan hubungan struktural dengan mereka - para saksi. Nah, bukankah ini ladang dakwah yang luar biasa ?

Lain lagi dengan urusan kader, setelah pemilu ada yang masih memilukan dengan tenggelam dalam kekalahan versi mereka sendiri, ada yang sudah pulih dari shock kemarin ada yang masik cool dan kalem. Dengan segala sikapnya kader perlu ditata ulang juga, minimal mempersiapkan mereka untuk dipakai dalam urusan memeperluas pelayanan dakwah lagi, yakni ngurusi tarbiyahnya para saksi.

Selain itu, promosi dan penilaian kader harusnya lebih diperketat pasca pemilu karena skala kebutuhan kuantitas kader jelas trendnya menurun pasca pemilu. Perlu dipertegas lagi positioning kader dalam wilayah-wilayah dakwah yang definitif, bukan yang samar nan abu-abu.

Wallahu a'lam.