Jumat, 27 Februari 2009

Ikhwah dan Budaya Baca

Sungguh menarik andaikan kita semua bisa menikmati sajian pengetahuan didalam setiapbuku yang tertulis, minimal buku Islam. sayangnya tidak semua orang bahkan kader bisa menikmatinya, atau minimal berusaha menikmatinya.
tulisan ini sebenarnya berangakat dari keprihatinan kepada ikhwah lain yang terkadang udah senior ato kalo ndak boleh dibilang udzur didalam tarbiyah ini ternya ta pengettahuan dan pemahaman dakwahnya masih sedalam tancapan bibit padi.

Sau kasusnih, temen penulis pernah datang ke toko buku di sekitar UMS, nah yang jaga toko akhwat dan pas ketika temen penulis bertanya tentang buku Majmuah Rasail tuh akhwat malah bingung dan balik nanya "itu buku apa ya pak?"
Ada cerita lain, seorang teman penulis yang jauh udah lama didalam Tarbiyah tetapi masih aja ndak faham tentang arti lailatulkatibah dan bedanya dengan mabit serta jalsah ruhiyah! aneh bukan.

Lain cerita lagi dengan Penerbit Era Intermedia - afwan, ndak ada maksud apa2 terhadap penerbit ini - Penerbit ini dulu sering menerbitkan buku-buku berkualitas dengan harga terjangkau untuk kantong ikhwah, tapi sekarang malah ikut-ikutan latah main LKS segala. bukan masalah bukunya ndak laku, dasar kadernya aja yang ogah2an baca buku "Wajib"arbiyah, atau kalau ndak baca ya minimal koleksi buku donk! Perkara bacanya nanti pas kalo punya istri dan dibaca bareng istri kita iu urusan lain.

Untuk kalimat yang terakhir disampaikan oleh teman penulis yang memang maniak buku, pas ada pameran buku bisa dipastikan ikhwah kita ini pasi beli walaupun cuman satu. Luar biasa!

Ruh untuk cari ilmu, ini lho esensinya kalo disuruh baca buku.
Udah Baca buku ndak mau, koleksi buku juga kagak, datang kajian juga sering absen, dan mungkin Liqo' juga ijin melulu nih!
Wallahu a’lam

Kamis, 19 Februari 2009

MASUK SURGA LEWAT TOL

Berangkat dari filosofi kuno, beribu jalan menuju Roma, saya berfikir tentang jalan kesurga. Lha wong menuju kota Roma yang menjadi kiblat orang nasrani aja jalannya ada seribuan apalagi ke surga, mestinya kalu kita sadar jumlahnya mesti ada ratusan ribu bahkan jutaan jalan bukan. Ini bukan mengada ada, apa yang saya pahami tentang ayat “famayya’mal mistqoola dzarrotin khoyyrodzarah (99:7)” adalah penguat tentang surga yang tingkatanya ada tujuh berdasarkan hadist Nabi Saw. Dan juga ada korelasi dengan kemudahan Allah atas manusia dalam beramal dalam ayat “yuriidullahu bikumul yusro wa laa yuriidu bikumul ‘usro (2:185)” yang artinya Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.


Diantara jutaan jalan tersebut terbentang jalan yang mudah dan sulit, semakin sulit jalan ditempuh target surga yang didapat juga makin asyik. Ada pula jalan yang biasa dan juga jalur cepat, lha wong mau lulus kuliah aja disediakan dua jalur yakni reguler yang standar waktu lulusnya dan jalur cepat dengan semester pendek semester padat, remidi dan lain sebagainya sebutannya yang hasilnya lulusnya lebih cepat. Maka jalur standar kesurga adalah dengan beriman dan bertaqwa dengan segala implikasinya amal yang harus dijalaninya. Lalu bagaimana dengan Jalan TOL kesurga, sebalum bicara hal tersebut perlu saya tekankan bahwa kalu orang lewat jalan tol yang pertama kali ditempuh juga adalah jalan biasa, kalu mahasiswa ingin lulus cepat maka juga sebelumnya perlu mengikuti jalur kuliah reguler. Artinya jalur Tol manapun yang hendak kita tempuh masih mengharuskan kita mengawalinya dengan jalur reguler atau dalam kalimat lain masih ada standar yang juga diberlakukan dalam jalur Tol kesurga ini yakni menjadi insan yang beriman dan mau beramal sholeh (QS 22:23).


Bagi saya jalur Tol tersebut sifatnya opsional bagi yang mau dan mampu saja, tetapi jalur reguler adalah kewajiban yang sifatnya juga tidak mengikat karena kita mau masuk surga atau terjun bebas kedalam neraka itu terserah keputusan kita sendiri dalam mempertemukan apa yang digariskan oleh Allah dalam kitab suratan manusia dengan amal usaha kita dan Allah tidak ambil pusing dalam perbuatan kita tersebut.


Dari pada muter kelamaan, jalur Tol yang Allah sediakan sebagaimana yang saya bilang diatas memerlukan kemauan dan kemampuan ada sekian banyak, yang lebih tahu boleh usul.

Pertama, syahid, ini jalur paling cepat karena mendapat kartu sakti tanpa di”Geledah” di yaumul hisab.

Kedua, infaq, mengingat dekatnya posisi jihad bi nafsihi dengan jihad bi amwalihim.

Ketiga, haji, saking sulitnya haji dan memerlukan biaya yang tidak sedikit hanya sedikit orang yang mampu melaksanakannya dan dengan predikat mabrur dari Allah.

Keempat, qiyamu lail, ini masuk kategori Tol sebab sulit juga dilakukan, bukan masalah sempat atau tidak tapi lebih pada kemauan untuk melaksanakan, masalahnya ada juga yang berkesempatan bangun malam tapi tidak mau melakukan seperti penggila bola yang bangun dimalam hari hanya untuk menonton si kulit bundar ditendang-tendang.

Kelima, Hafal Qur’an, ini juga sama statusnya dengan yang nomer empat, ratusan teks lagu cinta aja hafal harusnya juga hafal beberapa ayat al qur’an donk! Nyatanya baca Qur’an aja nunggu besok kalo udah bau tanah.


Demikian sedikit jalur kesurga via jalan tol, boleh ditambah sendiri tulisan ini cos yang buat juga ilmunya lagi sebanyak hitamnya ujung kuku. Wallahu a‘lam.

PEMILU UNTUK SEMUA - Sebuah jawaban untuk yang apriori

Tak disangkal bahwa Pemilu merupakan agenda kenegaraan yang juga dijadikan sebagai “Gawean” atau hajatan seluruh warga negara Indonesia, sehingga dampaknyapun dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat indonesia baik yang partisipatif terhadap pemilu, apriori terhadapnya maupun yang pragmatis dalam menghadapi pemilu.

Ada dampak langsung yang dirasakan oleh masyarakat apapun posisi mereka dalam menghadapi pemilu. Pertama, sebagian dari kita ada yang ketiban rejeki nomplok ketika pemilu. Hal ini terjadi secara mikro yakni ketika kita didatangi oleh oknum pengurus Parpol maupun Caleg yang kemudian memberikan salam tempelnya kepada kita, namun ini merupakan satu hal yang kurang mendidik. Secara makro, kita ketahui pemilu membutuhkan infrastruktur dan “Ubo rampe” yang sekian banyak jumlahnya, bisa dibayangkan berapa perputaran fiskal yang terjadi selama pemilu ini. Dilihat dari kaca mata makro ekonomi, pemilu dapat memberikan efek kenaikan pendapatan (Y) kepada masyarakat. Sebagaimana kita ketahui secara umum ketika pendapatan naik maka hukum Marginal Propensity to Consums (mpc) juga main dan mengakibatkan kenaikan belanja masyarakat. Dari sisi Pendapatan Nasional, pemerintah yang jelas akan mealokasikan sejumlah pos APBN untuk belanja berkaitan dengan pemilu, dalam hal ini akan terjadi kenaikan secara signifikan terhadap pendapatan nasional Indonesia.

Kedua, saking banyaknya masyarakat yang terlibat prosesi pemilu tersebut dapat dibayangkan banyaknya pengangguran yang terserap dalam proses tersebut. Kalau boleh mendata profesi “Dadakan” selama pemilu adalah sebagai berikut ; Broker suara, saksi dan tim sukses parpol/caleg, penyedia jasa logistik parpol seperti tukang cetak atribut parpol, tukang pasang atribut parpol, jasa catering dan lain sebagainya. Itu hanya yang masuk kategori legal, dibawah tanah – dan tentu saja disangkal keberadaanya oleh siapapun termasuk parpol/caleg maupun aparat - bisa kita dapati “Preman dadakan” yang tugasnya melakukan Black campaign, perusak atribut, tim huru-hara, dan lain sebagainya.

Ketiga, yang ini juga tidak boleh diremehkan. Masyarakat jadi “terhibur” dengan parodi gaya baru, kuli tinta kerjanya jadi lebih mudah dalam mencari berita karena tidak harus dicari berita ini akan datang sendiri – pembaca mestinya tahu sendiri maksud penulis.

Adapun dampak tidak langsung, hasil pemilu apapun hasilnya, parpol/caleg manapun yang menang dan menjadi the rulling party akan menentukan kebijakan negara ini selama lima tahun kedepan. Bagai pemenang yang dasarnya emang pejuang sejati tentunya akan bertugas dikursi legislatif dengan bijaksana bukannya injak sana – injak sini, memperjuangkan rakyat bukan mengibuli rakyat. Sementara yang dasar tabiatnya emang sontoloyo tentu agenda pertama adalah mengembalikan modal selama kampanya dan kemudian sederet agenda premanisme lainnya jiga akan segera digulirkan.

Jadi untuk mereka yang belum sadar akan pemilu beserta dengan implikasi jangka panjang dan pendek bagi masyarakat dan negara ini, mohon direnungkan kembali tulisan ini dan buat yang meresa tersinggung, minta maaf sajalah saya!

Wallahu a’lam

Rabu, 18 Februari 2009

Kader dan Kecap

Sebenarnya ndak ada hubungan sama sekali antara kader PKS dan kecap dan segala turunannya.
Tetapi belakangan ini setiap kader PKS dituntut untuk bisa "Ngecap", secara denotatif memang "Ngecap" berarti memberi campuran kecap kepada makanan yang hendak kita santap atau masakan yang hendak kita masak dengan tujuan menambahkan citarasa sedap didalamnya.
Namun secara konotatif, "ngecap" saya artikan secara bebas sebagai sebuah strategi diplomasi untuk meyakinkan orang atas tujuan yang hendak kita capai dengan cara memberikan bumbu pembicaraan yang lebih.
Bisa jadi bumbu tersebut adalah kalimat yang berisi orang/ tokoh yang mereferensikan/mengenalkan kita kepada objek yang kita ajak bicara sekarang sehingga objek kita tersebut tertarik kepada kita. Bisa juga bumbu "ngecap" kita tersebut adalah tokoh idola objek yang kita dekati tersebut.
Inti dari budaya 'Ngecap" ini adalah bagaimana objek atau orang yang hendak kitaajak bicara ini mau memberi perhatian lebih kepada kita sehingga kita dalam menjual ideologi PKS ini lebih mudah masuk. Selain itu bisa juga budaya ini untul meluruhkan jarak yang sebelumnya ada diantara kita dan orang lain tersebut sehingga kita lebih akrab dan semakin tumbuh atau minimal mulai terbentuk trust/kepercayaan kepada kita.
Sebuah contoh tentang "Ngecap", seorang akh yang pernah bertemu dengan salah seorang pejabat Bank setelah Sholat Jum'at dan pejabat tersebut tinggan disebuah perumahan tertentu, misal puri pratama, taruhlah kader tersebut kemudian hari bertemu dengan orang yang menjadi tetangga pejabat tersebut maka kejadian ini bisa kita manfaatkan untuk 'Ngecapin" pembicaraan kita dengan orang tersebut. taruhlah orang tersebut bernama bu wati, ketika awal bertemu bu wati ini kader tersebut akan bertanya dimana rumah bu wati, setelah menjawab rumahnya di puri pratama maka hal yang bisa kita katakan untuk menarik perhatian ibu tersebut adalah Apakah kenal dengan bapak pejabat bank ini? , lokasi rumah ibu wati dengan bapak pejabat Bank ini sebalah mananya? dan sederet pertanyaan lainnya yang intinya untuk menarik perhatian ibu tersebut dan menghapus jarak yang sebelumnya ada agar kita lebih akrab.
Jadi, kepada seluruh kader PKS, Selamat belajar "Ngecap" saja deh...!